Kebebasan dan keberanian, itulah yang dibawa oleh H Fansuri melalui 37 buah sajaknya dalam menyatakan pandangannya terhadap realiti yang dihadapi sehari-hari. Kebebasan penulis, dengan bahasa yang khas, iaitu bahasa peribadinya sendiri, tidak mengikut imaginasi pembaca, tidak memaksa dan mendesak tetapi membebaskan daya imaginasi pembaca untuk sama-sama berada dalam daerah pengalaman dirinya.
Keberanian penulis pula terletak pada pengungkapan pemikirannya dalam menghadapi peristiwa zaman yang dilaluinya terutama berkaitan sosiobudaya dan sosiopolitik negara. Uniknya sajak-sajak yang termuat dalam kumpulan sajak ini ialah selitan terjemahan ayat al-Quran pada setiap permulaan sajak dan juga gaya interteks dalam dua buah sajaknya melalui sajak “Pidato Bahasa Pak Utih (1)” dan “Pidato Bahasa Pak Utih (2)” karya Sasterawan Negara Datuk Usman Awang.