Zaihasra meninggalkan sajak-sajaknya yang indah kepada kita. Selama ini kita hanya menatap dan membaca bait-bait katanya yang tersusun dalam rangkap demi rangkap pada setiap sajaknya. Kita mengenali Zaihasra melalui “lautan di waktu subuh”, “perjalanan” atau “balada tun fatimah”, misalnya.

Dan kita mengenali susuk Zaihasra daripada pembacaan yang tentunya diceritakan atau ditulis oleh orang lain. Melalui luman-luman Zaihasra: bingkisan setulusnya kepada sahabat yang diselenggarakan oleh Djamal Tukimin ini, Zaihasra bercerita tentang dirinya.

Zaihasra bercerita tentang akar dirinya dan keluarganya (keluarga angkat, sebenarnya). Zaihasra juga berbicara tentang angan, tentang cita dan tentang masa depan. Zaihasra turut berbicara tentang malam, tentang bulan, tentang angin dan tentang matahari. Surat-menyurat antara Zaihasra dengan Djamal selama ini disimpan kemas oleh penyelenggara. Sesudah hampir 46 tahun usia surat-surat tersebut, barulah ia dikongsi bersama-sama khalayak.

Di sebalik surat-surat Zaihasra tersembunyi bayang-bayangnya. Setiap helai suratnya yang dibelek, ia bagaikan mencantumkan fragmen demi fragmen “rahsia” Zaihasra. Dapatkan sahaja buku ini. Bacalah setiap suratnya. Zaihasra sedang berbicara kepada anda.